Adam Air: Kisah Raja Langit Bertarif Murah yang Hilang Ditelan Sejarah Penerbangan Indonesia
- account_circle Warjono
- calendar_month Kam, 30 Okt 2025
- comment 0 komentar

Pesawat Adam AIr. (bandarasoekarnohatta.com)
TERAS MALIOBORO–Masih ingat sensasi terbang dengan Adam Air? Maskapai dengan branding “darah biru” ini muncul bak meteor pada awal 2000-an, menjanjikan tiket murah, namun tetap menyajikan makanan di pesawat. Adam Air mampu mengubah peta persaingan penerbangan Indonesia dengan begitu cepat, memaksa maskapai lain beradaptasi atau tertinggal.
Didirikan sebagai PT Adam SkyConnection Airlines, maskapai swasta yang berbasis di Jakarta Barat ini mulai beroperasi pada 19 Desember 2003 dengan penerbangan perdana menuju Balikpapan. Didukung oleh Sandra Ang dan Agung Laksono (Ketua DPR), Adam Air segera menjadikan Bandara Internasional Soekarno-Hatta sebagai basis utama mereka.
Agresivitas Bisnis: Tiket Murah, Layanan Penuh
Adam Air memosisikan dirinya secara unik. Meskipun sering orang sebut sebagai maskapai bertarif rendah (Low Cost Carrier), Adam Air memasarkan diri sebagai perpaduan antara LCC dan maskapai tradisional. Adam Air menawarkan tarif rendah, tetapi penumpang tetap mendapatkan layanan makanan di atas pesawat—sebuah strategi yang mereka adaptasi dari maskapai seperti Valuair di Singapura.
Strategi “Hybrid” ini terbukti sangat efektif. Dalam waktu singkat, Adam Air menjadi maskapai bertarif rendah dengan pertumbuhan tercepat di Indonesia. Mereka segera melayani 20 kota domestik dan melakukan ekspansi internasional ke Penang dan Singapura. Agresivitas bisnis dan ekspansi cepat ini bahkan membawa Adam Air meraih penghargaan Award of Merit dalam Category Low Cost Airline of the Year 2006. Industri penerbangan mengakui potensi besar yang mereka tunjukkan.
Kontroversi Klaim Armada
Di balik pertumbuhan yang gemilang, Adam Air menyimpan isu yang mulai menjadi sorotan. Saat pertama diluncurkan, Adam Air mengklaim mereka menggunakan “Boeing 737-400 baru”. Namun, berdasarkan banyak sumber, pesawat Boeing yang mereka gunakan merupakan unit sewaan yang telah berusia lebih dari 15 tahun. Padahal, Boeing sendiri sudah menghentikan produksi seri 737-400 sejak beberapa tahun sebelumnya.
Adam Air membangun citra premium, tetapi menggunakan armada yang jauh dari kata baru. Klaim kontroversial ini menjadi celah pertama yang mengikis kepercayaan publik.
Pukulan Keras Keselamatan Penerbangan
Pertumbuhan bisnis dan pengabaian standar keselamatan tidak bisa berjalan beriringan. Serangkaian insiden dan dua kecelakaan besar menghantam keras reputasi Adam Air, mengubah sorotan publik dari agresivitas bisnis menjadi masalah keamanan yang serius.
Dua peristiwa yang paling mengguncang adalah Adam Air Penerbangan 574 dan Adam Air Penerbangan 172. Kecelakaan ini menarik perhatian tajam dari pemerintah. Pemerintah Indonesia segera membuat pemeringkatan atas seluruh maskapai yang beroperasi.
Hasil pemeringkatan yang diumumkan pada 22 Maret 2007 menunjukkan Adam Air berada di Peringkat III. Peringkat ini berarti Adam Air hanya memenuhi syarat minimal keselamatan dan masih memiliki beberapa persyaratan yang belum dilaksanakan. Potensi mengurangi tingkat keselamatan penerbangan nyata terlihat.
Akibatnya, Pemerintah menjatuhkan sanksi administratif kepada Adam Air. Sanksi ini mewajibkan maskapai melakukan perbaikan yang akan ditinjau kembali setiap tiga bulan.
Operasi Berhenti Total
Upaya penyelamatan sempat terjadi. Pada April 2007, PT Bhakti Investama—melalui anak perusahaannya Global Air Transport—membeli 50% saham Adam Air dari keluarga Sandra Ang dan Adam Suherman. Masuknya investor besar ini seolah memberikan harapan baru.
Namun, harapan itu cepat pupus. Tidak adanya perbaikan kinerja dalam tiga bulan berturut-turut membuat Pemerintah membekukan Air Operator Certificate (AOC) Adam Air.
Investor baru pun segera bereaksi. Tepat setahun setelah pembelian saham, pada 14 Maret 2008, PT Bhakti Investama menarik seluruh sahamnya. Investor kehilangan kepercayaan karena Adam Air tidak menunjukkan perbaikan tingkat keselamatan dan transparansi yang memadai.
Penarikan saham itu menjadi pukulan terakhir. Kegiatan operasional Adam Air kemudian dihentikan total sejak 17 Maret 2008.
Sehari kemudian, 18 Maret 2008, Departemen Perhubungan mencabut izin terbang (Operation Specification) Adam Air. Pencabutan ini berlaku efektif pada pukul 00.00 tanggal 19 Maret 2008. Akhirnya, pada 19 Juni 2008, AOC Adam Air dicabut secara permanen. Pencabutan ini resmi mengakhiri seluruh operasi penerbangan Adam Air.
Nostalgia terbang bersama si Raja Langit Bertarif Murah ini mungkin masih membekas, tetapi warisan terpentingnya adalah standar keselamatan penerbangan yang hari ini menjadi jauh lebih ketat. (*)
- Penulis: Warjono






Saat ini belum ada komentar