UGM Turun Tangan, Beri Pelatihan “Food Safety” ke Relawan Cegah 4.711 Kasus Keracunan Berulang
- account_circle Warjono
- calendar_month Sen, 20 Okt 2025
- comment 0 komentar

Petugas menyiapkan menu program MBG. (sppgindonesia.go.id)
TERAS MALIOBORO–Program Makan Bergizi Gratis (MBG) menghadapi krisis kepercayaan publik setelah Badan Gizi Nasional (BGN) mencatat lonjakan kasus keracunan. Per September 2025, angka keracunan MBG telah menembus 4.711 kasus secara nasional, menimbulkan keresahan serius mengenai standar keamanan makanan yang disajikan.
Menanggapi krisis tersebut, Fakultas Teknologi Pertanian (FTP) UGM mengambil langkah proaktif. Bekerja sama dengan Yayasan Mitra Karya Maporina, UGM menggelar pelatihan intensif food safety, hygiene, dan sanitasi bagi relawan Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) di Sentra Kitchen Al Kautsar.
Kontaminasi Silang dan Suhu Penyajian Jadi Biang Kerok
Rachma Wikandari, S.T.P., M.Biotech., Ph.D., dosen FTP UGM dan pakar keamanan pangan, mengungkapkan bahwa penyebab utama ribuan kasus keracunan ini adalah kontaminasi bakteri, terutama E. coli dan Salmonella.
Wikan, demikian ia akrab disapa, menegaskan bahwa akar masalah seringkali terletak pada kelalaian dalam Standar Operasional Prosedur (SOP) harian. Ia menyoroti pentingnya kepatuhan relawan pada penggunaan alat pelindung diri seperti masker dan sarung tangan untuk mencegah penyebaran mikroba selama pengolahan makanan.
Namun, perhatian utama Wikan tertuju pada dua titik kritis yang sering diabaikan:
Kontaminasi Silang:
“SPPG perlu memperhatikan tahapan yang benar dalam mengolah bahan makanan yang masih mentah dan bahan makanan matang. Kesalahan dalam tata letak dapur dan penggunaan alat masak bergantian dapat menjadi sumber kontaminasi,” jelas Wikan.
Durasi dan Suhu Aman Penyajian:
“Pengawasan terhadap waktu penyajian dan suhu makanan adalah bagian penting dari standar keamanan pangan. Banyak kasus keracunan terjadi bukan karena bahan yang buruk, tapi karena penyajian yang terlalu lama tanpa kontrol suhu,” tegasnya. Ia menyarankan durasi penyajian tidak lebih dari enam jam.
Prioritaskan Sanitasi Bangunan Produksi
Dian Anggraini Suroto, S.T.P., M.P., M.Eng., dosen FTP lainnya, menambahkan pentingnya kondisi lingkungan produksi yang higienis. Ia menekankan bahwa area pengolahan makanan harus sepenuhnya terpisah dari sumber pencemaran seperti toilet, tempat pembuangan sampah, dan saluran air kotor.
“Lokasi pengolahan makanan tidak boleh dekat dengan tempat yang tercemar. Tanpa disadari, cemaran bisa juga melalui udara, air, hingga tanah,” jelas Dian, menyarankan agar dinding dan lantai tempat produksi harus rutin dibersihkan.
Rochan Bedu Suja, Kepala SPPG Sinduadi, mengakui dampak besar dari kelalaian dalam proses produksi. Ia berkomitmen penuh untuk menerapkan hasil pelatihan ini sebagai upaya pencegahan dan mitigasi.
“Adanya kelalaian ini menimbulkan dampak besar, oleh sebab itu perlu adanya pencegahan agar hal yang tidak diinginkan tidak terulang kembali,” ujar Rochan.
Sementara itu, Makbul Hajad dari Yayasan Mitra Karya Maporina, menegaskan bahwa tujuan utama MBG adalah memastikan gizi anak terpenuhi melalui makanan yang sehat dan aman.
“Dua minggu terakhir terus dilakukan perbaikan bersama. Semua kekurangan dan catatan yang tersampaikan jadi pembelajaran bersama supaya layanan kita lebih baik,” tutup Makbul.
Ia menekankan pentingnya evaluasi rutin dan perbaikan berkelanjutan. Pelatihan UGM ini diharapkan mampu membekali relawan SPPG dengan pemahaman mendalam untuk menyajikan makanan yang berkualitas, aman, dan layak konsumsi. (*)
- Penulis: Warjono






Saat ini belum ada komentar