Bawa Isme Baru “Trinity Art”, Sam Sianata Ingin Indonesia Berhenti Jadi Pengekor Seni Global
- account_circle Warjono
- calendar_month Sel, 28 Okt 2025
- comment 0 komentar

Pengunjung menikmati materi pameran Trinitry Art di Bali. (istimewa)
TERAS MALIOBORO–Maestro lukis Sam Sianata (Liem Sian An) membawa sebuah misi ambisius ke panggung seni rupa internasional. Ia tidak hanya memamerkan karya monumentalnya, “Go Green Taruparwa”, tetapi juga mendeklarasikan sebuah isme baru ciptaannya: “Trinity Art”. Pameran ini menjadi ajang bagi Sam Sianata untuk menyuarakan gagasannya agar Indonesia berhenti menjadi pengekor seni global.
Karya seniman yang dijuluki “pelukis satu triliun” ini dipamerkan secara perdana di ajang internasional Bali Global Axis of Art and Design (BGAAD) di Institut Seni Bali (ISI) Bali, Senin (27/10/2025).
Jadi Pelopor, Bukan Pengekor
Sam Sianata secara tegas menyatakan bahwa “Trinity Art” adalah sebuah isme baru yang lahir dari Indonesia. Ia berharap alirannya ini dapat memposisikan Indonesia sebagai pelopor seni di kancah internasional.
“Kami berharap dengan karya agung yang unik ini dapat menginspirasi para seniman Indonesia untuk berkarya dengan tema besar agar dapat dihargai dengan nilai yang besar pula,” ujar Sam Sianata melalui keterangan tertulis.
Ia ingin para seniman Indonesia lebih percaya diri dalam melahirkan gagasan-gagasan besar, sehingga tidak lagi hanya mengikuti tren atau aliran seni yang sudah ada.
Semesta Seni: Lukisan, Lagu, dan Monumen Hayati
Karya “Go Green Taruparwa” yang dipamerkan bukanlah sekadar lukisan di atas kanvas. Sam Sianata menyebutnya sebagai “arsitek jiwa” dan sebuah semesta seni yang utuh.
Karya agung ini terdiri dari dua bagian yang saling terhubung:
- Monumen Seni: Terdiri dari tiga elemen (Trinity Art), yaitu lukisan, lagu, dan maskot “Pohon Indah”.
- Monumen Hayati: Sebuah karya seni hidup berupa tujuh pohon yang telah ditanam oleh Gubernur DIY Sri Sultan Hamengkubuwono X beserta tujuh tokoh agama di Yogyakarta.
Gabungan dari monumen hidup dan monumen seni ini, menurut Sam Sianata, menyuarakan dua pesan besar untuk dunia: semangat menanam pohon (Go Green) dan semangat persaudaraan global.
Panggung Internasional di ISI Bali
Pameran BGAAD di ISI Bali menjadi panggung yang tepat untuk debut internasional karya ini. Rektor ISI BALI, Prof. Dr. Wayan “Koen” Adnyana, membuka langsung acara tersebut.
Acara ini dihadiri oleh para seniman dan perwakilan universitas dari berbagai negara, termasuk Malaysia, Thailand, Jepang, Australia, Belgia, dan Amerika Serikat. Lukisan “Go Green Taruparwa” mendapat tempat tersendiri dan dipamerkan dekat kaca agar para pengunjung dapat meresapi maknanya secara mendalam. Pameran ini akan berlangsung hingga 17 November 2025. (*)
- Penulis: Warjono






Saat ini belum ada komentar